Kereta Dogong Cibarusah yang Terlupakan

Foto: Tanggul bekas lintasan rel kereta dogong
di belakang Telkom Cigutul Cibarusah
Bagi sebagian masyarakat Bekasi mungkin hanya mengetahui bahwa rel kereta yang melintas di Bekasi hanya ada di wilayah jalan pantura saja. Mulai dari kawasan Stasiun Kranji, Stasiun Bekasi, Stasiun Tambun, Stasiun Cikarang dan Stasiun Lemahabang. Selain itu masih adakah perlintasan kereta di Bekasi?

Pertanyaan tersebut jika dijawab dengan kondisi Bekasi sekarang, maka jawabannya tidak ada. Namun sebelum dan sesudah kemerdekaan Indonesia ternyata ada perlintasan kereta lain yang berada di wilayah Bekasi.

Perlintasan kereta tersebut berada di antara Lemahabang – Cibarusah – Jonggol. Kereta tersebut diberi nama Dogong. Kereta dogong dibangun pada tahun 1937 oleh tuan tanah sebagai akses transportasi pengiriman padi dari wilayah Jonggol dan Cibarusah ke Lemahabang.

Pembangunan rel kereta dogong ini dilakukan oleh tuan tanah karena saat itu jalan raya yang menghubungkan wilayah Lemahabang – Cibarusah kondisinya sangat tidak baik, tidak bisa dilalui mobil. Untuk menghemat biaya, maka dibangunlah kereta dogong tersebut.

Berdasarkan keterangan Ki Neman (78) warga Kp. Cisaat Kidul Desa Sukamanah Kecamatan Jonggol yang diwawancarai penulis, dogong bukanlah kereta seperti pada umumnya. Kereta dogong ini merupakan gerobag yang berukuran 2x2 meter, tidak berlokomotif namun memiliki roda. 

Foto: Ki Neman saat menceritakan
pengalamannya tentang kereta Dogong.
Cara menjalankan kereta ini bukan dengan mesin, melainkan dengan mendorong kereta dogong tersebut. Dogong yang berada di rel kemudian di dorong, setelah melaju kencang baru yang mendorongnya loncat naik hingga nomplok dibagian belakang kereta.

Jika terdapat lintasan yang menanjak, maka pendorong akan turun untuk mendorongnya sampai dogong kembali melaju. Jika terdapat lintasan menurun, maka pendorong yang juga pengendali kereta dogong akan mengurangi kecepatan dengan menarik rim (sekarang rem) yang ada dibagian belakang.

Jika ada dua kereta dogong berpapasan, maka salah satu dogong yang dari Lemahabang akan digulingkan. Karena kereta dogong yang dari arah Lemahabang menuju Cibarusah dan Jonggol biasanya dalam kondisi kosong. Berbeda dengan kereta dogong yang berjalan dari arah Jonggol, Cibarusah menuju Lemahabang yang mengangkut padi.

Untuk lintasan rel, lebih lanjut Ki Neman menuturkan bahwa rel kereta dogong sama seperti rel kereta api pada umumnya. Memiliki bantalan rel dari besi, balok-balok kayu serta dibagian tengahnya koral.
Dari wilayah Jonggol sampai Cibarusah, rel kereta dogong menyeberangi Sungai Cipatujah dan setelah itu melintasi tengah persawahan sebelah Sungai Cikompeni. Sementara dari Cibarusah sampai Lemahabang, rel kereta dogong tersebut berjarak 10-40 meter, posisi disebelah kiri dari jalan raya utama. Rel kereta dogong yang berada di sisi kiri mulai menyebrangi jalan raya utama ke sebelah kanan di kawasan Simpangan Lemahabang (sekarang kompleks RS. Annisa).

Pada awal pembangunannya, kereta dogong difungsikan untuk pengangkut padi bukan pengangkut manusia. Sehingga disepanjang perlintasan kereta dogong dari Jonggol, Cibarusah sampai Lemahabang tidak ada stasiun atau halte-halte pemberhentian untuk mengangkut penumpang. Melainkan tuan tanah hanya membangun tiga stasiun saja, untuk kepentingan pengiriman hasil panen.

Foto: PT. Pupuk Kujang di Pojok Salak Jonggol
bekas Kongsi Belanda dan stasiun awal kereta Dogong.
Stasiun pertama kereta dogong berada di Kongsi Belanda yang berlokasi di Pojok Salak Kecamatan Jonggol Bogor (sekarang gedung PT. Pupuk Kujang). Stasiun ini juga berfungsi sebagai gudang penampungan padi-padi sebelum diangkut.

Stasiun kedua berada di Kongsi Belanda yang berlokasi di Cibarusah (sekarang pasar Cibarusah). Stasiun Cibarusah ini merupakan stasiun transit kereta dogong. Di stasiun ini biasanya dimanfaatkan oleh para pendorong untuk beristirahat sebelum melanjutkan perjalanan ke Stasiun Lemahabang. Meskipun jarak dari stasiun Jonggol ke stasiun Cibarusah tidak mencapai 10 km, namun lintasan kereta dogong menanjak dan menurun mengakibatkan tenaga para pendorong terkuras.

Stasiun ketiga kereta dogong sebagai stasiun terakhir berada di Lemahabang (sekarang BAPELKES, seberang stasiun Lemahabang). Di stasiun ini juga padi-padi yang diangkut dari Jonggol dan Cibarusah diproduksi di pabrik penggilingan padi milik pemerintah Belanda yang bernama PT. ARNOLD. Padi-padi yang diangkut ke PT. ARNOLD untuk diproduksi tersebut dikenal oleh warga Jonggol, Cibarusah dan Lemahabang dengan padi pocongan. Setelah kemerdekaan Indonesia, PT. Arnold berubah nama menjadi PT. Pemandangan.
Foto: Aktivitas di PT. Arnold pada tahun 1937.
Saat pendudukan Jepang di Indonesia mulai tahun 1942-1945, lintasan jalan kereta dogong terbengkalai tidak digunakan lagi karena dimatikan oleh Jepang. Selain itu hal tersebut juga imbas dari PT. ARNOLD yang merupakan tujuan akhir kereta dogong tidak difungsikan lagi.

Foto: Pembangunan kembali rel dogong oleh TNI
dan masyarakat sipil pada tahun 1946
Setelah beberapa tahun lintasan kereta dogong tidak difungsikan, pada tahun 1946 rel tersebut diaktifkan kembali oleh Tentara Republik Indonesia dibawah pimpinan Komandan Resimen V Letnan Kolonel Moeffreni Moe’min. Seperti yang terdapat dalam Buku Jakarta-Karawang-Bekasi Dalam Gejolak Revolusi : Perjuangan Moeffreni Moe’min, pengaktifan kembali rel kereta dogong dilakukan untuk mempermudah komunikasi dan pengiriman tentara ke kawasan Cibarusah dan Cileungsi dari Cikampek.Untuk keperluan pengiriman tentara tersebut, tidak lagi menggunakan kereta dogong yang berukuran 2x2 meter. Melainkan sudah menggunakan lokomotiv yang bisa mengangkut banyak tentara.

Saat ini, lintasan kereta dogong sudah habis tak berbekas. Berdasarkan penelusuran penulis, besi-besi yang menjadi bantalan kereta dogong sudah tidak ada. Hanya tinggal bekas pematang sawah berukuran besar yang dulu merupakan lintasan rel, itupun terdapat dibeberapa titik lokasi di wilayah Jonggol, Cibarusah dan Serangbaru saja. Sisanya dari wilayah Serangbaru sampai Lemahabang sudah beralih fungsi menjadi permukiman dan industri. 

Penulis: Ahmad Djaelani 

8 comments:

  1. wow..nice story...
    sayang sudah habis tak berbekas..

    ReplyDelete
  2. Semoga jalur ini bisa diakfdiakt kembali dan menjadi jalur Nambo-Cikarang

    ReplyDelete
  3. Semoga cepat dibangun kembali...dan jonggol_jakarta bisa ditempuh dgn 1 jam saja

    ReplyDelete
  4. Apa pemerintah bakal Melirik wilaya jonggol untuk Di buat Krl entah lah
    Yang jelas Wilayah cileungsi jonggol sangat penting untuk di buat Kereta

    ReplyDelete
  5. Semoga masih ada pejabat yg peduli untuk membuka kembali angkutan/tranportasi massal (kreta api) bagi masyarakat, yg dpt mengurangi kemacetan. Aamiin...

    ReplyDelete
  6. kalau dihidupkan lagi bisa juga sebagai produk wisata selain untuk mengatasi persoalan kepadatan lalu lintas. Btw, bisa kah saya unggah artikel ini di media komunitas saya? Tentu saja dengan menyertakan sumber berita/situs CC.

    ReplyDelete
  7. demi bertahun-tahun tinggal dicibarusah gatau kalo ada kaya gini

    ReplyDelete
  8. Ayo dong pake Presiden dibuatkan jalur kereta Cibarusah, Cikarang, Nambo
    Jadi rumah di cibarusah bisa di tempatin wkwkwk..
    Karna aku angkoterss akan sangat terbantuu kl ada Keretaaa...

    ReplyDelete